Cari Blog Ini

Kamis, 25 Maret 2010

Rumah Tua

Blog Advertising - Get Paid to Blog

Suatu ketika aku datang di sebuah rumah dan rumah itu terlihat tua. Cat temboknya sudah terkelupas. Warna putihnya sudah berubah menjadi kekuning-kuningan. Bila dilihat lebih dekat lagi maka akan terlihat retakan-retakan kecil di bagian-bagian tertentu. Gaya bangunannya seperti gaya bangunan jaman dulu. Sederhana dan konservatif. Rumah itu berdiri sendiri. Sebelah kanan dan kirinya hanya tanah kosong sementara rumah lainnya baru ada sekitar 1 km lagi dari rumah tua itu.

Pintunya yang terbuat dari kayu juga sudah terlihat rapuh. Dari lubang kecil yang ada di pintu terlihat beberapa rayap kecil sedang berbaris rapi menyelusuri pinggir pintu. Gagang pintunya tidak kuat. Sudah berkarat dan sedikit longgar karena ada mur yang terlepas dari tempatnya. Seharusnya sebuah papan pengumuman yang bertuliskan hati-hati membuka pintu digantungkan pada pintu itu. Supaya jangan sampai pintu itu roboh dan menimpa orang yang membukanya.

Rumah itu kecil. Dari luar yang terlihat hanya tembok, pintu, dan jendela. Rumah itu polos adanya. Tanpa halaman yang penuh dengan bunga, tanpa pagar putih yang terbuat dari kayu, dan tanpa pohon hijau yang menjulang tinggi. Terasnyapun tidak ada.

Aku berdiri di depan pintu masuk. Mulanya aku ragu apakah ini rumah yang kucari-cari. Nomor rumahnya cocok dengan nomor yang telah diberikan oleh ayahku.

"Pergilah ke sana, nomor rumahnya 23, rumahnya kecil dan tua. Sekali melihat kau pasti akan tahu bahwa itu adalah rumah yang kau cari," kata ayah kepadaku.

Aku mengetuk pintu beberapa kali sampai akhirnya pintu itu terbuka. Seorang wanita separuh baya kini berdiri di hadapanku. Wajahnya pucat, lesu, dan lelah. Baju yang dipakainya kusut dan lusuh.

"Ada apa anak muda," tanyanya kepadaku.

Aku terdiam. Aku mencoba mengintip ke dalam rumah. Tidak ada lampu yang menyala. Hanya sinar matahari yang menerangi dalam rumah itu.

Aku melihat ada seorang anak sedang tidur di atas lantai dengan beralaskan tikar. Anak itu sepertinya sedang merintih kesakitan. "Ibu..ibu...," teriak anak itu memanggil ibunya.

Mendengar dirinya dipanggil, wanita yang membukakan pintu itu segera menghampiri anaknya dan meninggalkan aku yang masih berdiri di depan pintu.

Aku ikut masuk ke dalam rumah. Ruangannya panas dan pengap. Aku hampir tak bisa bernafas. Aku melihat si ibu memegang dahi anaknya yang sedang terbaring. Lalu seperti orang ketakutan ia berlari mengambil kain basah dan meletakkannya di atas dahi anaknya. Aku menghampiri anak itu.

Anak itu pasti sedang sakit. Ia terlihat sangat lemah tetapi ia masih saja terus memanggil-manggil ibunya. Aku mencoba membantu si ibu untuk menenangkan anaknya. Aku pegang kepalanya mencoba menenangkan anak itu. Tetapi betapa terkejutnya aku ketika merasakan panas yang mengalir ke tanganku. Anak itu sedang panas tinggi dan harus segera di bawa ke rumah sakit untuk di beri perawatan, kalau tidak, mungkin ia akan segera meninggal.

"Ibu,"kataku. "Anak ini harus segera dibawa ke rumah sakit kalau tidak ia bisa mati."

Si Ibu menatapku dan dari matanya aku bisa melihat tetesan-tetesan air berjatuhan membasahi wajahnya.

"Ibu tidak punya uang, dan ibu tidak tahu harus berbuat apa," kata ibu itu dengan suara menangis.

Ibu itu terus memegangi tangan anaknya yang terus memanggil-mangil dirinya.

"Ibu", kataku. "Mari kita bawa anak ibu ke rumah sakit, biar saya yang akan membayar semua biayanya." Segera aku membangunkan anak itu dan menggendongnya dengan kedua tanganku.

Ibu itu mengikuti aku dari belakang. "Anak muda, siapakah sebenarnya anda? Apakah saya mengenal anda? Dan ada keperluan apa anda datang ke mari?" tanya ibu itu.

Lalu jawabku, "Ayah saya yang menyuruh saya untuk datang ke rumah ibu. Ia berkata kalau ibu sedang memiliki masalah dan butuh pertolongan. Mungkin ibu tidak mengenal saya tapi saya yakin ibu pasti mengenal siapa ayah yang saya maksudkan, kemarin malam ibu berdoa meminta kepada-Nya supaya anak ibu bisa sembuh dari penyakitnya." Saat mendengar itu, terkejutlah si ibu.

Lalu ia mulai berdoa dan mengucap syukur karena Tuhan telah mendengar doanya.




Cinta Kasih di Hati






Jaman dahulu kala di Rusia hidup pasangan suami-istri Simon dan Matrena.

Simon yang miskin ini adalah seorang pembuat sepatu. Meskipun hidupnya tidaklah berkecukupan, Simon adalah seorang yang mensyukuri hidupnya yang pas-pasan. Masih banyak orang lain yang hidup lebih miskin daripada Simon. Banyak orang-orang itu yang malah berhutang padanya.Kebanyakan berhutang ongkos pembuatan sepatu. Maklumlah, di Rusia sangat dingin sehingga kepemilikan sepatu dan mantel merupakan hal yang mutlak jika tidak mau mati kedinginan.

Suatu hari keluarga tersebut hendak membeli mantel baru karena mantel mereka sudah banyak yang berlubang-lubang. Uang simpanan mereka hanya 3 rubel (rubel = mata uang Rusia) padahal mantel baru yang paling murah harganya 5 rubel.

Maka Matrena meminta pada suaminya untuk menagih hutang orang-orang yang telah mereka buatkan sepatu. Maka Simon pun berangkat pergi menagih hutang. Tapi tak satupun yang membayar. Dengan sedih Simon pulang. Ia batal membeli mantel.

Dalam perjalanan pulang, Simon melewati gereja, dan saat itu ia melihat sesosok manusia yang sangat putih bersandar di dinding luar gereja. Orang itu tak berpakaian dan kelihatan sekali ia sangat kedinginan.

Simon ketakutan, "Siapakah dia? Setankah? Ah, daripada terlibat macam-macam lebih baik aku pulang saja". Simon bergegas mempercepat langkahnya sambil sesekali mengawasi belakangnya, ia takut kalau orang itu tiba-tiba mengejarnya.

Namun ketika semakin jauh, suara hatinya berkata, "HAI SIMON, TAK MALUKAH KAU? KAU PUNYA MANTEL MESKIPUN SUDAH BERLUBANG-LUBANG, SEDANGKAN ORANG ITU TELANJANG. PANTASKAH ORANG MENINGGALKAN SESAMANYA BEGITU SAJA?"

Simon ragu, tapi akhirnya toh ia balik lagi ke tempat orang itu bersandar. Ketika sudah dekat, dilihatnya orang itu ternyata pria yang wajahnya sungguh tampan. Kulitnya bersih seperti kulit bangsawan. Badannya terlihat lemas dan tidak berdaya, namun sorot matanya menyiratkan rasa terima kasih yang amat sangat ketika Simon memakaikan mantel luarnya kepada orang itu dan memapahnya berdiri. Ia tidak bisa menjawab sepatah kata pun atas pertanyaan-pertanyaan Simon, sehingga Simon memutuskan untuk membawanya pulang.

Sesampainya di rumah, Matrena marah sekali karena Simon tidak membawa mantel baru dan membawa seorang pria asing. "Simon, siapa ini? Mana mantel barunya? "

Simon mencoba menyabarkan Matrena, "Sabar, Matrena.... dengar dulu penjelasanku. Orang ini kutemukan di luar gereja, ia kedinginan, jadi kuajak sekalian pulang".

"Bohong!! Aku tak percaya....sudahlah, pokoknya aku tak mau dengar ceritamu! Sudah tahu kita ini miskin kok masih sok suci menolong orang segala!! Usir saja dia!!"

"Astaga, Matrena! Jangan berkata begitu, seharusnya kita bersyukur karena kita masih bisa makan dan punya pakaian, sedangkan orang ini telanjang dan kelaparan. Tidakkah di hatimu ada sedikit belas kasih?"

Matrena menatap wajah pria asing itu, mendadak ia merasa iba. Lalu disiapkannya makan malam sederhana berupa roti keras dan bir hangat. "Silakan makan, hanya sebeginilah makanan yang ada. Siapa namamu dan darimana asalmu? Bagaimana ceritanya kau bisa telanjang di luar gereja?"

Tiba-tiba wajah pria asing itu bercahaya. Mukanya berseri dan ia tersenyum untuk pertama kalinya. "Namaku Mikhail, asalku dari jauh. Sayang sekali banyak yang tak dapat kuceritakan. Kelak akan tiba saatnya aku boleh menceritakan semua yang kalian ingin ketahui tentang aku. Aku akan sangat berterima kasih kalau kalian mau menerimaku bekerja di sini."

"Ah, Mikhail, usaha sepatuku ini cuma usaha kecil. Aku takkan sanggup menggajimu", demikian Simon menjawab.

"Tak apa, Simon. Kalau kau belum sanggup menggajiku, aku tak keberatan kerja tanpa gaji asalkan aku mendapat makan dan tempat untuk tidur."

"Baiklah kalau kau memang mau begitu. Besok kau mulai bekerja".

Malamnya pasangan suami-istri itu tak dapat tidur. Mereka bertanya-tanya. "Simon tidakkah kita keliru menerima orang itu? Bagaimana jika Mikhail itu ternyata buronan?" Matrena bertanya dengan gelisah pada Simon.

Simon menjawab, "Sudahlah Matrena. Percayalah pada pengaturan Tuhan. Biarlah ia tinggal di sini.Tingkah lakunya cukup baik. Kalau ternyata ia berperilaku tidak baik, segera kuusir dia".

Esoknya Mikhail mulai bekerja membantu Simon membuat dan memperbaiki sepatu. Di bengkelnya, Simon mengajari Mikhail memintal benang dan membuat pola serta menjahit kulit untuk sepatu. Sungguh aneh, baru tiga hari belajar, Mikhail sudah bisa membuat sepatu lebih baik dan rapi daripada Simon.

Lama kelamaan bengkel sepatu Simon mulai terkenal karena sepatu buatan Mikhail yang bagus. Banyak pesanan mengalir dari desa-desa yang penduduknya kaya. Simon tidak lagi miskin. Keluarga itu sangat bersyukur karena mereka sadar, tanpa bantuan tangan terampil Mikhail, usaha mereka takkan semaju ini.

Namun mereka juga terus bertanya-tanya dalam hati, siapa sebenarnya Mikhail ini. Anehnya, selama Mikhail tinggal bersama mereka, baru sekali saja ia tersenyum, yaitu dulu saat Matrena memberi Mikhail makan. Namun meski tanpa senyum, muka Mikhail selalu berseri sehingga orang tak takut melihat wajahnya.

Suatu hari datanglah seorang kaya bersama pelayannya. Orang itu tinggi besar, galak dan terlihat kejam. "Hai Simon, Aku minta dibuatkan sepatu yang harus tahan setahun mengahadapi cuaca dingin. Kalau sepatu itu rusak sebelum setahun, kuseret kau ke muka hakim untuk dipenjarakan!! Ini, kubawakan kulit terbaik untuk bahan sepatu. Awas, hati-hati ini kulit yang sangat mahal!"

Di pojok ruangan, Mikhail yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba tersenyum. Mukanya bercahaya, persis seperti dulu ketika ia pertama kalinya tersenyum. Sebenarnya Simon enggan berurusan dengan orang ini. Ia baru saja hendak menolak pesanan itu ketika Mikhail memberi isyarat agar ia menerima pesanan itu.

Simon berkata, "Mikhail, kau sajalah yang mengerjakan sepatu itu. Aku sudah mulai tua. Mataku agak kurang awas untuk mengerjakan sepatu semahal ini. Hati-hati, ya. Aku tak mau salah satu atau malah kita berdua masuk penjara."

Ketika Mikhail selesai mengerjakan sepatu itu, bukan main terkejutnya Simon. "Astaga, Mikhail, kenapa kau buat sepatu anak-anak? Bukankah yang memesan itu orangnya tinggi besar? Celaka, kita bisa masuk penjara karena...."

Belum selesai Simon berkata, datang si pelayan orang kaya. "Majikanku sudah meninggal. Pesanan dibatalkan. Jika masih ada sisa kulit, istri majikanku minta dibuatkan sepatu anak-anak saja".

"Ini, sepatu anak-anak sudah kubuatkan. Silakan bayar ongkosnya pada Simon", Mikhail menyerahkan sepatu buatannya pada pelayan itu. Pelayan itu terkejut, tapi ia diam saja meskipun heran darimana Mikhail tahu tentang pesanan sepatu anak-anak itu.

Tahun demi tahun berlalu, Mikhail tetap tidak pernah tersenyum kecuali pada dua kali peristiwa tadi. Meskipun penasaran, Simon dan Matrena tak pernah berani menyinggung-nyinggung soal asal usul Mikhail karena takut ia akan meninggalkan mereka.

Suatu hari datanglah seorang ibu dengan dua orang anak kembar yang salah satu kakinya pincang! Ia minta dibuatkan sepatu untuk kedua anak itu. Simon heran sebab Mikhail tampak sangat gelisah. Mukanya muram, padahal biasanya tidak pernah begitu.

Saat mereka hendak pulang, Matrena bertanya pada ibu itu, "Mengapa salah satu dari si kembar ini kakinya pincang?"

Ibu itu menjelaskan, "Sebenarnya mereka bukan anak kandungku. Mereka kupungut ketika ibunya meninggal sewaktu melahirkan mereka. Padahal belum lama ayah mereka juga meninggal. Kasihan, semalaman ibu mereka yang sudah meninggal itu tergeletak dan menindih salah satu kaki anak ini Itu sebabnya ia pincang. Aku sendiri tak punya anak, jadi kurawat mereka seperti anakku sendiri."

"Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah ibunya, tapi tentu saja manusia takkan dapat hidup tanpa Tuhannya", kata Matrena.

Mendengar itu, Mikhail kembali berseri-seri dan tersenyum untuk ketiga kalinya. Kali ini bukan wajahnya saja yang bercahaya, tapi seluruh tubuhnya. Sesudah tamu-tamu tersebut pulang, ia membungkuk di depan Simon dan Matrena sambil berkata, "Maafkan semua kesalahan yang pernah kuperbuat, apalagi telah membuat gelisah dengan tidak mau menceritakan asal usulku. Aku dihukum Tuhan, tapi hari ini Tuhan telah mengampuni aku. Sekarang aku mohon pamit."Simon dan Matrena tentu saja heran dan terkejut, "Nanti dulu Mikhail,tolong jelaskan pada kami siapakah sebenarnya kau ini?"

Mikhail menjawab sambil terus tersenyum, "Sebenarnya aku adalah adalah satu malaikat Tuhan. Bertahun-tahun yang lalu Tuhan menugaskan aku menjemput nyawa ibu kedua anak tadi. Aku sempat menolak perintah Tuhan itu tapi kuambil juga nyawa ibu mereka. Aku menganggap Tuhan kejam. Belum lama mereka ditinggal ayahnya, sekarang ibunya harus meninggalkan mereka juga. Dalam perjalanan ke surga, Tuhan mengirim badai yang menghempaskanku ke bumi. Jiwa ibu bayi menghadap Tuhan sendiri. Tuhan berkata padaku, : 'MIKHAIL, TURUNLAH KE BUMI DAN PELAJARI KETIGA KEBENARAN INI HINGGA KAU MENGERTI:PERTAMA, APAKAH YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA?KEDUA, APA YANG TAK DIIJINKAN PADA MANUSIA?KETIGA, APA YANG PALING DIPERLUKAN MANUSIA?'

"Aku jatuh di halaman gereja, kedinginan dan kelaparan. Simon menemukan dan membawaku pulang. Waktu Matrena marah-marah dan hendak mengusir aku, kulihat maut dibelakangnya. Seandainya ia jadi mengusirku, ia pasti mati malam itu. Tapi Simon berkata, "Tidakkah di hatimu ada sedikit belas kasih?" Matrena jatuh iba dan memberi aku makan. Saat itulah aku tahu kebenaran pertama:"YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA ADALAH BELAS KASIH"

"Kemudian ada orang kaya yang memesan sepatu yang tahan satu tahun sambil marah-marah. Aku melihat maut di belakangnya. Ia tidak tahu ajalnya sudah dekat. Aku tersenyum untuk kedua kalinya. Saat itulah aku tahu kebenaran kedua:"MANUSIA TIDAK DIIJINKAN MENGETAHUI MASA DEPANNYA. MASA DEPAN MANUSIA ADA DI TANGAN TUHAN"

"Hari ini datang ibu angkat bersama kedua anak kembar tadi. Ibu kandung si kembar itulah yang diperintahkan Tuhan untuk kucabut nyawanya. Dan aku melihat si kembar dirawat dengan baik oleh ibu lain. Aku tersenyum untuk ketiga kalinya dan kali ini tubuhku bercahaya. Aku tahu kebenaran yang ketiga:"MANUSIA DAPAT HIDUP TANPA AYAH DAN IBUNYA TAPI MANUSIA TIDAK AKAN DAPAT HIDUP TANPA TUHANNYA."

Simon, Matrena, terima kasih atas kebaikan kalian berdua. Aku telah mengetahui ketiga kebenaran itu, Tuhan telah mengampuniku. Semoga kasih Tuhan senantiasa menyertai kalian sepanjang hidup."

Mikhail kembali ke surga.




Bunga Berduri Yang Indah






Sandra masuk ke dalam toko bunga dengan langkah berat. Ia sedang mengalami hal berat dalam kehidupannya. Ketika ia sedang hamil empat bulan pada kehamilannya yang kedua, sebuah kecelakaan mobil merengut nyawa janinnya.

Pada minggu "Thanksgiving" ini, ia mungkin akan melahirkan seorang putra jika kecelakaan itu tidak terjadi. Ia sangat sedih, benar-benar terpukul atas kejadian itu. Tetapi sepertinya, kejadian itu belum cukup, perusahaan di mana tempat suaminya bekerja, menugaskan suaminya untuk bekerja di bagian cabang. Kemudian, adik perempuannya, yang ketika masa liburan tiba selalu mengunjunginya, menghubunginya karena ia tidak dapat berkunjung pada liburan kali ini.

Kemudian teman Sandra menasehati Sandra dengan mengatakan bahwa segala kedukaan yang ia alami adalah jalan Tuhan untuk mendewasakannya sehingga ia dapat bersikap lebih tenggang rasa terhadap penderitaan orang lain. "Ia tidak tahu apa yang aku rasakan," pikir Sandra dengan lirih.

Thanksgiving? Berterima kasih untuk apa? pikirnya. Untuk supir truk yang ceroboh, yang menyerempet mobilnya dengan sangat keras? Untuk kantong udara penyelamat mobil yang menyelamatkan hidupnya, tetapi mengambil hidup bayinya?

"Selamat siang, bisa saya bantu?" secara tiba-tiba ia berhenti dari lamunannya.

"Aku... aku membutuhkan persiapan untuk thanksgiving," jawab Sandra dengan gagap.

"Untuk Thanksgiving? Apakah kamu ingin suatu hal yang indah, tetapi sederhana, ataukah kamu ingin menghadirkan situasi yang berbeda seperti pilihan pelanggan di sini, yang kusebut sebagai 'Thanksgiving istimewa?', " tanya penjaga toko.

"Aku yakin bunga-bunga itu menceritakan sesuatu dalam kehidupanmu," lanjutnya.

"Apakah kamu mencari sesuatu yang bisa menyampaikan rasa terima kasihmu pada hari Thanksgiving ini?"

"Tidak juga!" celetuk Sandra. "Dalam lima bulan terakhir ini, semuanya yang bisa menjadi buruk benar-benar menjadi buruk."

Sandra menyesali ucapannya tadi, dan sangat terkejut ketika penjaga toko itu berkata, "Aku telah mempersiapkan sesuatu untukmu di hari Thanksgiving ini."

Pada saat itu, bel pintu toko berbunyi, dan penjaga toko menyalami seorang pelanggan yang baru saja masuk. "Hai, Barbara... tunggu sebentar yah, aku ambilkan pesananmu." Penjaga toko itu masuk ke dalam, menuju ruang kerjanya, kemudian muncul kembali sambil membawa berbagai macam persiapa untuk Thanksgiving, seperti tanaman hijau, pita-pita, dan tangkai bunga mawar duri yang panjang. Anehnya, hanya tangkainya saja, tidak ada bunganya.

"Mau dimasukkan ke dalam kotak?" tanya penjaga toko.

Sandra mengamati reaksi pelanggan itu. Apakah ini hanya lelucon? Siapa yang mau tangkai mawar tanpa bunganya! Ia menunggu seseorang tertawa, tetapi wanita itu tidak tertawa.

"Iya, Tolong yah," jawab Barbara dengan tersenyum.

"Aku kira setelah tiga tahun mengalami Thanksgiving yang istimewa, aku tidak akan tersentuh dengan nilai dari Thanksgiving ini, tetapi aku bisa merasakannya di sini," ia berkata sambil menyentuh dadanya. Dan ia pergi dengan pesanannya.

"Uh," gumam Sandra, "wanita itu telah pergi dengan, uh... ia telah pergi tanpa bunga!"

"Baiklah," kata penjaga toko, "Aku akan memotong bunga itu. Itulah Thanksgiving istimewa. Aku menyebutnya sebagai 'Karangan Bunga Berduri Thanksgiving'."

"Ayolah, kau tidak bisa menyebutkan siapa yang bersedia membayar untuk tangkai bunga seperti itu!" seru Sandra.

"Barbara datang ke toko ini tiga tahun yang lalu dengan perasaan sama seperti yang kau alami sekarang ini," si penjaga toko menjelaskan. "Ia berpikir tidak perlu banyak berterima kasih kepada Tuhan. Ia telah kehilangan ayahnya karena penyakit kanker, bisnis keluarganya juga sedang buruk, putranya terlibat dalam masalah obat-obatan, dan ia tengah menghadapi operasi pembedahan yang sangat serius."

"Pada tahun yang sama, aku kehilangan suamiku," lanjut si penjaga toko, "dan untuk pertama kalinya dalam kehidupanku, aku menghabiskan liburan sendirian. Aku tidak memiliki anak, suami, kerabat dekat, dan memiliki banyak utang."

"Jadi apa yang kau lakukan?" tanya Sandra.

"Aku belajar untuk berterima kasih atas segala penderitaanku," jawab penjaga toko itu dengan pelan. "Dulu aku selalu bersyukur kepada TUHAN atas segala hal yang baik dalam kehidupanku dan tidak pernah mempertanyakan mengapa hal yang terbaik terjadi kepadaku. Tetapi, ketika hal yang buruk menimpaku, aku mempertanyakan berbagai pertanyaan kepada TUHAN, aku menyalahkan TUHAN, aku marah kepada TUHAN! Aku membutuhkan waktu lama untuk mengerti dan mempelajari bahwa saat-saat sulit dan menderita sangatlah penting.

Saat kita menderita itulah, kita memperoleh kekuatan. Aku selalu terlena dengan 'bunga' kehidupanku, tetapi ternyata duri kehidupankulah yang memperlihatkan kepadaku keindahan dari kerahiman TUHAN. Kau tahu, dalam alkitab tertulis bahwa Tuhan selalu menghibur kita ketika kita menderita, TUHAN memberikan kepada kita kekuatan, dan dari penghiburan-NYA lah kita belajar untuk menghibur orang lain."

Sandra mulai berpikir tentang perkataan temannya yang mencoba untuk memberitahukan kepadanya. "Aku rasa yang benar adalah aku tidak perlu dihibur. Aku telah kehilangan bayiku dan aku marah terhadap TUHAN."

Pada saat itu juga seseorang masuk ke dalam toko. "Hey, Phil!" teriak penjaga toko kepada seorang pria botak bertubuh gemuk.

"Istriku memintaku untuk mengambil pesanan Thanksgiving istimewa... dua belas tangkai duri!" canda Phil ketika si penjaga toko menyerahkan sebuah bungkusan persiapan Thanksgiving.

"Semuanya itu adalah untuk istrimu?" tanya Sandra ragu. "Apakah kau keberatan jika aku bertanya mengapa ia menginginkan sesuatu seperti itu pada hari Thanksgiving?"

"Tidak... bahkan aku sangat senang kau bertanya," jawab Phil. "Empat tahun lalu, aku dan istriku hampir bercerai. Setelah empat puluh tahun, kami berada dalam keadaan yang kacau, tetap dengan kasih TUHAN dan bimbingan-NYA, kami berhasil mengatasi masalah demi masalah. TUHAN telah menyelamatkan pernikahan kami. Jenny di sinilah (sang penjaga toko) yang mengatakan kepadaku bahwa ia menyimpan vas bunga yang berisikan tangkai bunga mawar untuk mengingatkan kepadanya apa yang ia pelajari dari saat-saat 'berduri' dalam kehidupannya, dan itu sangatlah menjelaskanku.

Aku membawa beberapa tangkai bunga mawar ke rumah. Lalu aku dan istriku memutuskan untuk menamai setiap tangkai bunga dengan masalah yang kami hadapi, kami berusaha untuk mengerti maksud dari masalah itu, dan ternyata duri-duri yang kami alami itu benar-benar memberikan kekuatan kepada kami, kami berterima kasih kepada TUHAN atas pelajaran dari masalah itu."

Setelah Phil membayar penjaga toko itu, ia berkata kepada Sandra, "Aku sangat menyarankan agar kau mengambil yang 'istimewa' "

"Aku tidak mengetahui apakah aku bisa bersyukur atas duri kehidupanku," kata Sandra. "Semua duri itu masih sangatlah.... baru."

"Baiklah," jawab penjaga toko itu dengan hati-hati, "pengalamanku telah menunjukkan kepadaku bahwa duri dalam kehidupan kita telah membuat bunga-bunga kehidupan kita lebih berharga. Kita menyimpan anugerah TUHAN lebih baik selama kita berada dalam masalah dibandingkan dengan saat-saat lain. Ingat, karena mahkota duri yang Yesus kenakanlah sehingga kita dapat mengalami kasih-NYA. Jangan menyesali duri-duri kehidupanmu. Duri-duri kehidupanmu itulah yang membentukmu dan memberimu kekuatan."

Air mata mengalir deras di pipi Sandra. Untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu, ia menghilangkan duka dan penyesalannya. "Aku akan mengambil dua belas tangkai bunga berduri, tolong yah....," ia berkata sambil terisak-isak.

"Baiklah, aku akan menyiapkan mereka dalam beberapa menit," jawab penjaga toko itu dengan ramah.

"Terima kasih. Berapa semua biayanya?"

"Tidak ada. Tidak ada, yang ada hanya suatu janji bahwa kau akan mengijinkan TUHAN untuk menyembuhkan hatimu. Biarkan aku membelikanmu barang persiapan untuk Thanksgiving tahun pertamamu." penjaga toko itu tersenyum dan menyerahkan sebuah kartu kepada Sandra. "Aku selipkan kartu ini dalam barang-barang persiapan Thanksgiving, tetapi mungkin kau ingin membacanya terlebih dahulu."

Di dalam kartu itu tertulis :

"TUHAN-ku, aku belum pernah bersyukur kepada-MU untuk semua duriku. Aku berterima kasih kepada-MU atas segala bunga kehidupan yang kuterima, tetapi belum pernah sekalipun aku berterima kasih untuk penderitaanku.

Ajarilah aku untuk menanggung beban salibku dengan tabah, ajarilah aku untuk menghargai nilai yang terkandung dari setiap penderitaan atau duri yang kuhadapi.

Tunjukkanlah kepadaku, bahwa lewat jalan yang sulit, menderita dan jalan yang penuh dengan kerikil, setiap hari aku semakin bertambah dekat dengan-MU.

Tunjukkanlah kepadaku, ya TUHAN, lewat air mataku, warna pelangi-Mu yang sangat indah."

Pujilah nama-NYA untuk segala bunga kehidupanmu, berterima kasihlah kepada-NYA untuk semua duri yang kau peroleh...!




Apa Arti Sepiring Nasi??






Pada malam itu, Anna bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Anna segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai nasi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan sepiring nasi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Anna berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata: "Nona, apakah engkau ingin memesan sepiring nasi?" "Ya, tetapi, aku tidak membawa uang" jawab Anna dengan malu-malu.

"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab si pemilik kedai. "Silakan duduk, aku akan memasakkan nasi untukmu".

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan sepiring nasi. Anna segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang. "Ada apa nona?" tanya si pemilik kedai. "Tidak apa-apa, aku hanya terharu," jawab Anna sambil mengeringkan air matanya.

"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku sepiring nasi ! Tetapi... ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri" katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Anna, menarik nafas panjang lalu berkata: "Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu sepiring nasi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya."

Anna terhenyak mendengar hal tsb. "Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.

Anna segera menghabiskan nasinya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg harus diucapkan kepada ibunya.

Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Anna, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Anna, kau sudah pulang. Cepat masuklah, Ibu telah menyiapkan makan malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang"

Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya. Ia pun menangis di pelukan ibunya.

Pelajaran penting pada renungan kali ini :
Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita patut berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.
Terkadang kita lupa akan orang tua kita, kita hanya ada dengan orang tua jika sedang ada masalah, tetapi jika kita senang, kita meninggalkan orang tua kita seakan tidak mengenal mereka jika sedang dihadapan teman-teman, mungkin karena takut di klaim sebagai anak manja.
Oleh karena itu,,tolong ya, sayangi orang tua mereka.




Operator apaan thu?!?!






Waktu saya masih amat kecil, ayah sudah memiliki telepon di rumah kami. Inilah telepon masa awal, warnanya hitam, di tempelkan di dinding, dan kalau mau menghubungi operator, kita harus memutar sebuah putaran dan minta disambungkan dengan nomor telepon lain. Sang operator akan menghubungkan secara manual.

Dalam waktu singkat, saya menemukan bahwa, kalau putaran di putar, sebuah suara yang ramah, manis, akan berkata : "Operator". Dan si operator ini maha tahu.

Ia tahu semua nomor telepon orang lain!
Ia tahu nomor telepon restoran, rumah sakit, bahkan nomor telepon toko kue di ujung kota.

Pengalaman pertama dengan sang operator terjadi waktu tidak ada seorangpun dirumah, dan jempol kiri saya terjepit pintu. Saya berputar putar kesakitan dan memasukkan jempol ini kedalam mulut tatakala saya ingat .... Operator!!!

Segera saya putar bidai pemutar dan menanti suaranya.
" Disini operator..."
" Jempol saya kejepit pintu..." kata saya sambil menangis. Kini emosi bisa meluap, karena ada yang mendengarkan.
" Apakah ibumu ada di rumah ? " tanyanya.
" Tidak ada orang "
" Apakah jempolmu berdarah ?"
" Tidak , cuma warnanya merah, dan sakiiit sekali "
" Bisakah kamu membuka lemari es? " tanyanya.
" Bisa, naik di bangku. "
" Ambillah sepotong es dan tempelkan pada jempolmu..."

Sejak saat itu saya selalu menelpon operator kalau perlu sesuatu.

Waktu tidak bisa menjawab pertanyaan ilmu bumi, apa nama ibu kota sebuah Negara, tanya tentang matematik. Ia juga menjelaskan bahwa tupai yang saya tangkap untuk dijadikan binatang peliharaan , makannya kacang atau buah.

Suatu hari, burung peliharaan saya mati.
Saya telpon sang operator dan melaporkan berita duka cita ini.

Ia mendengarkan semua keluhan, kemudian mengutarakan kata kata hiburan yang biasa diutarakan orang dewasa untuk anak kecil yang sedang sedih. Tapi rasa belasungkawa saya terlalu besar. Saya tanya : " Kenapa burung yang pintar menyanyi dan menimbulkan sukacita sekarang tergeletak tidak bergerak di kandangnya ?"

Ia berkata pelan : " Karena ia sekarang menyanyi di dunia lain..." Kata - kata ini tidak tau bagaimana bisa menenangkan saya.

Lain kali saya telpon dia lagi.
" Disini operator "
" Bagaimana mengeja kata kukuruyuk?"

Kejadian ini berlangsung sampai saya berusia 9 tahun. Kami sekeluarga kemudian pindah kota lain. Saya sangat kehilangan " Disini operator "

Saya tumbuh jadi remaja, kemudian anak muda, dan kenangan masa kecil selalu saya nikmati. Betapa sabarnya wanita ini. Betapa penuh pengertian dan mau meladeni anak kecil.

Beberapa tahun kemudian, saat jadi mahasiswa, saya studi trip ke kota asal.
Segera sesudah saya tiba, saya menelpon kantor telepon, dan minta bagian "
operator "
" Disini operator "
Suara yang sama. Ramah tamah yang sama.
Saya tanya : " Bisa ngga eja kata kukuruyuk "
Hening sebentar. Kemudian ada pertanyaan : "Jempolmu yang kejepit pintu sudah sembuh kan ?"
Saya tertawa. " Itu Anda.... Wah waktu berlalu begitu cepat ya "
Saya terangkan juga betapa saya berterima kasih untuk semua pembicaraan waktu masih kecil. Saya selalu menikmatinya. Ia berkata serius : " Saya yang menikmati pembicaraan dengan mu. Saya selalu menunggu nunggu kau menelpon "

Saya ceritakan bahwa , ia menempati tempat khusus di hati saya. Saya bertanya apa lain kali boleh menelponnya lagi. " Tentu, nama saya Saly "

Tiga bulan kemudian saya balik ke kota asal. Telpon operator. Suara yang sangat beda dan asing. Saya minta bicara dengan operator yang namanya Saly.
Suara itu bertanya " Apa Anda temannya ?"
" Ya teman sangat lama "
" Maaf untuk kabarkan hal ini, Saly beberapa tahun terakhir bekerja paruh waktu karena sakit sakitan. Ia meninggal lima minggu yang lalu..."

Sebelum saya meletakkan telepon, tiba tiba suara itu bertanya : "Maaf, apakah Anda bernama Paul ?"
"Ya "
" Saly meninggalkan sebuah pesan buat Anda. Dia menulisnya di atas sepotong kertas, sebentar ya....."
Ia kemudian membacakan pesan Saly :
" Bilang pada Paul, bahwa IA SEKARANG MENYANYI DI DUNIA LAIN... Paul akan mengerti kata kata ini...."

Saya meletakkan gagang telepon. Saya tahu apa yang Saly maksudkan.

Jangan sekali sekali mengabaikan, bagaimana Anda menyentuh hidup orang lain
So pelajaran yang bisa kita dapet hari ini ialah :
Bagaimana pun kita harus menghargai orang" dan menjadikan mereka berarti dalam hidup kita,kebanyakan orang memiliki rasa sombong yang membuat pola pikir mereka seperti "Tidak ada dy akupun bisa", itu salah, apakah kita bisa hidup tanpa bantuan orang lain?
Coba anda" pikirkan kembali, semoga menjadi renungan yang berarti buat anda" semua.




JANGAN PERNAH MENYERAH!






Disuatu pagi yang indah, terlihat sekelompok burung elang yang beterbangan diatas sebuah sungai yang melintasi hutan disuatu perdesaan. Tampak mereka sedang mencari ikan-ikan kecil untuk mengisi perut mereka yang kosong.

Dengan sigap satu persatu dari mereka menukik dan menangkap ikan-ikan kecil yang terlihat di permukaan sungai dan membawanya ke sarang mereka, yang terletak diatas pohon ditepi sungai tersebut. Lama kelamaan sarang mereka yang terbuat dari jerami, telah penuh dengan ikan-ikan kecil yang berlompat-lompat untuk menyelamatkan diri.

Setelah melompat-lompat sekian lama, muncul keputusasaan dari ikan-ikan kecil tersebut, karena tidak mampu melewati sarang sang elang yang telah memenjarakan mereka.
"Kita akan segera mati, dan menjadi santapan elang tersebut, tak ada gunanya kita berlompat-lompat teman-teman" Seru seekor ikan kecil yang keliatan kehabisan nafas
"Benar...matilah kita....tak mungkin kita bisa selamat lagi" Seru yang lain

Lama kelamaan ikan-ikan kecil tersebut, terlihat tidak melompat lagi dan sebagian dari mereka mati karena lemas dan kehabisan nafas. Mereka tidak berusaha lagi untuk keluar dari sarang burung elang tersebut, dan pasrah pada nasib buruk yang menimpa mereka. Padahal mereka sebenarnya menyadari bahwa dibawah sarang burung yang hanya terbuat dari jerami tersebut, terlintas sungai yang begitu luas yang merupakan tempat tinggal mereka

Hanya terlihat seekor ikan kecil yang tetap berlompat-lompat untuk melewati sarang burung elang tersebut, terlihat tubuhnya yang semakin lemas karena kehabisan nafas namun tekadnya yang keras, membuatnya terus melompat-lompat. Ikan-ikan kecil yang lain hanya bisa melihatnya dan menasehatinya untuk pasrah dengan nasib.

Namun si ikan kecil terus melompat, pantang menyerah dan dengan sekuat tenaga dia pun melompat tinggi dan dia berhasil melewati sarang burung elang yang terbuat dari jerami dan jatuh menuju sungai yang luas....dan jadilah dia sebagai pemenang.

Dari kisah diatas kita bisa simpulin nie gan:
Kadang hidup kita penuh dengan cobaan, rintangan, halangan, dan masalah yang selalu menghadangi kita, seakan-akan memaksa kita untuk menyerah. Namun sebagai seorang yang bijak, kita tidak boleh begitu saja menyerah pada nasib. Teruslah mencoba, karena sebenarnya kesuksesan selalu berada didepan kegagalan kita, hanya tekad dan sikap pantang menyerahlah yang dapat memberikan jalan bagi kita untuk mencapai kesuksesan sejati.




Mendidik Anak TANPA Kekerasan






Seringkali orangtua menanyakan ke saya “Anak saya ini kalau diomongin susah nurutnya, bagaimana sih caranya agar anak nurut dengan orangtua? Apa musti dipukul dulu baru nurut?”. Mendengar pertanyaan ini, seringkali saya jawab dengan singkat “Kenapa musti harus dengan kekerasan?”. Dan seringkali saya menceritakan kisah di bawah ini agar mereka mengerti apa maksudnya Mendidik Anak Tanpa Kekerasan.

Pada suatu hari Dr. Arun Gandhi, cucu Mahatma Gandhi, memberi ceramah di Universitas Puerto Rico. Ia menceritakan suatu kisah dalam hidupnya:

Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orangtua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, ditengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Pada suatu saat, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya mengerjakan beberapa pekerjaan tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu setiba di tempat konferensi, ayah berkata ”Ayah tunggu kau di sini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.”

Segera saja saya menyelesaikan pekerja-pekerjaan yang diberikan oleh ayah dan ibu. Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjuk pukul 17.30, langsung saya berlari menuju bengkel mobil dan buru-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 18.00!!!

Dengan gelisah ayah menanyai saya ”Kenapa kau terlambat?”. Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton bioskop sehingga saya menjawab, ”Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.”

Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Dan ayah tahu kalau saya berbohong. Lalu ayah berkata, ”Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan engkau sehingga engkau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, biarkanlah ayah pulang berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik.”

Lalu dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap dan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat penderitaan yang dialami beliau hanya karena kebohongan bodoh yang saya lakukan.

Sejak itu saya tidak pernah berbohong lagi. Seringkali saya berpikir mengenai kejadian ini dan merasa heran. Seandainya ayah menghukum saya, sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapat sebuah pelajaran mengenai mendidik tanpa kekerasan ? Kemungkinan saya akan menderita atas hukuman itu, menyadarinya sedikit dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru terasa kemarin. Itulah kekuatan bertindak tanpa kekerasan.

Ketika kita berhasil menancapkan suatu pesan yang sangat kuat di bawah sadar seorang anak maka informasi itu akan langsung mempengaruhi perilakunya. Itulah salah satu bentuk hypnosis yang sangat kuat. Apakah hal sebaliknya bisa terjadi? Ya bisa saja! Oleh karena itu kita perlu keyakinan penuh dalam melakukannya sehingga hasil positif yang kita inginkan pasti tercapai. Hal ini memerlukan pemikiran yang mendalam dan kesadaran diri yang kuat dan terlatih. Janganlah bertindak karena reaksi spontan belaka dan kemudian menyesal setelah melakukannya.

Jika kita mau berpikir sedikit ke belakang ke masa di mana anak-anak kita masih kecil sekali maka di masa itulah semua ”bibit” perilaku dan sikap ditanamkan. ”Bibit” perilaku dan sikap inilah yang kelak akan mewarnai kehidupan remaja dan dewasanya. Siapakah yang menanamkan ”bibit” perilaku dan sikap itu untuk pertama kalinya? Ya anda pasti sudah tahu jawabnya, kitalah orangtua yang menanamkan segala macam ”bibit” perilaku dan sikap itu.

Bagaimana jika sebagian besar waktu anak dihabiskan dengan pengasuhnya (baby sitter)? Ya berdoalah semoga pengasuh anak anda mempunyai pemikiran bijaksana dan bisa mempengaruhi anak anda secara positif. Berharaplah pengasuh anak (baby sitter) anda mengerti cara kerja pikiran dan mengerti bagaimana bersikap, berucap dan bertindak dengan baik agar anak anda memperoleh ”bibit” sikap dan perilaku yang baik.

Seseorang bisa menjadi baik atau buruk pasti karena sesuatu ”sebab”. Perilaku, ucapan sikap, dan pikiran yang baik atau buruk hanyalah suatu rentetan ”akibat” dari suatu ”sebab” yang telah ditanamkan terlebih dahulu. Mungkinkah terjadi ”akibat” tanpa ”sebab”? Mungkinkah anak kita berbohong tanpa sebab, mungkinkah anak kita ”nakal” tanpa sebab, mungkinkah anak kita rewel tanpa sebab? Sebagai orangtua kita wajib mencari tahu apa penyebabnya. Tidaklah pantas sebagai orangtua kita langsung bereaksi spontan begitu saja tanpa memikirkan apa yang baru saja kita perbuat. Bukankah ini akan memberi contoh baru bagi anak kita tentang bagaimana bertindak dan bersikap?

Sewaktu kita mempunyai anak maka kita menjadi orangtua, tetapi kita tidak pernah punya pengalaman menjadi orangtua. Kita mempunyai pengalaman menjadi anak. Jadi kita harus mendidik diri kita sendiri dengan belajar dari anak-anak. Bukan belajar dari apa yang dilakukan orangtua pada kita. Ingatlah perasaan sewaktu kita masih menjadi anak-anak. Amati mereka dan tanggapilah dengan penuh perhatian apa yang mereka inginkan. Pengharapan, perlakuan dan pengakuan seperti apa yang kita inginkan dari orangtua yang tidak pernah terpenuhi?

Perlakukan anak-anak seperti kita ingin diperlakukan! Jangan perlakukan anak-anak seperti apa yang dilakukan orangtua pada kita.

Wish you become the best parents in the world !




Dunia tidak ada Keajaiban!?!!?








SEBUAH KEAJAIBAN
Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Georgi. Ia sedang menderita sakit yang parah dan mereka telah melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan jiwanya. Hanya operasi yang sangat mahal yang sekarang bisa menyelamatkan jiwa Georgi… tapi mereka tidak punya biaya untuk itu.

Sally mendengar ayahnya berbisik, “Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya sekarang.”

Sally pergi ke tempat tidur dan mengambil celengan dari tempat persembunyiannya. Lalu dikeluarkannya semua isi celengan tersebut ke lantai dan menghitung secara cermat…tiga kali. Nilainya harus benar-benar tepat.

Dengan membawa uang tersebut, Sally menyelinap keluar dan pergi ke toko obat di sudut jalan. Ia menunggu dengan sabar sampai sang apoteker memberi perhatian… tapi dia terlalu sibuk dengan orang lain untuk diganggu oleh seorang anak berusia delapan tahun. Sally berusaha menarik perhatian dengan menggoyang-goyangkan kakinya, tapi gagal.

Akhirnya dia mengambil uang koin dan melemparkannya ke kaca etalase.

Berhasil !

“Apa yang kamu perlukan?” tanya apoteker tersebut dengan suara marah. “Saya sedang berbicara dengan saudara saya.”

“Tapi, saya ingin berbicara kepadamu mengenai adik saya,” Sally menjawab dengan nada yang sama. “Dia sakit…dan saya ingin membeli keajaiban.”

“Apa yang kamu katakan?” ,tanya sang apoteker.

“Ayah saya mengatakan hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan jiwanya sekarang… jadi berapa harga keajaiban itu ?”

“Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil. Saya tidak bisa menolongmu.”

“Dengar, saya mempunyai uang untuk membelinya. Katakan saja berapa harganya.”

Seorang pria berpakaian rapi berhenti dan bertanya, “Keajaiban jenis apa yang dibutuhkan oleh adikmu?”

“Saya tidak tahu,” jawab Sally. Air mata mulai menetes dipipinya.

“Saya hanya tahu dia sakit parah dan mama mengatakan bahwa ia membutuhkan operasi.

Tapi kedua orang tua saya tidak mampu membayarnya… tapi saya juga mempunyai uang.”

“Berapa uang yang kamu punya ?” tanya pria itu lagi.

“Satu dollar dan sebelas sen,” jawab Sally dengan bangga.

“Dan itulah seluruh uang yang saya miliki di dunia ini.”

“Wah, kebetulan sekali,” kata pria itu sambil tersenyum. Satu dollar dan sebelas sen… harga yang tepat untuk membeli keajaiban yang dapat menolong adikmu. Dia Mengambil uang tersebut dan kemudian memegang tangan Sally sambil berkata, “Bawalah saya kepada adikmu. Saya ingin bertemu dengannya dan juga orang tuamu.”

Pria itu adalah Dr. Carlton Armstrong, seorang ahli bedah terkenal….

Operasi dilakukannya tanpa biaya dan membutuhkan waktu yang tidak lama sebelum Georgi dapat kembali ke rumah dalam keadaan sehat.

Kedua orang tuanya sangat bahagia mendapatkan keajaiban tersebut.

“Operasi itu,” bisik ibunya, “Adalah seperti keajaiban. Saya tidak dapat membayangkan berapa harganya”

Sally tersenyum. Dia tahu secara pasti berapa harga keajaiban tersebut…satu dollar dan sebelas sen… ditambah dengan keyakinan.


Pelajaran yang kita bisa ambil pada renungan ini :
Terkadang dalam menjalankan sesuatu kita berpikir kalau kita tak pernah bisa untuk menyelesaikan masalha tersebut, coba kita berpikir sejenak, yakinkan diri anda" klo anda bisa menyelesaikan masalah itu, dan alhasil, kita pun bisa menyelesaikan masalah itu dengan keyakinan dan kerja keras, silahkan dicoba.

Coba agan" pikirkan kembali, semoga menjadi renungan yang berarti buat kalian" semua.




air mendidih






Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak.

Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.

Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

Dari renungan diatas kita mengambil kesimpulan, yaitu :
Jika kita memiliki suatu masalah yang ada didalam diri kita, masalah itu dapet kita selesaikan dengan cara yang berbeda-beda tergantung dengan bagaimana kita melihat masalah itu, apakah kita akan langsung menyerah atau teru berjuang untuk memecahkan masalah itu dan segala sesuatunya itu kembali lagi dengan pilihan yang dibuat agan" sekalian, pilihan yang agan" buat akan menentukan pula hasilnya.




Anak ANJING!?!






Sebuah toko hewan peliharaan (pet store) memasang papan iklan yang menaik bagi anak-anak kecil, "Dijual Anak Anjing".
Segera saja seorang anak lelaki datang, masuk ke dalam toko dan bertanya "Berapa harga anak anjing yang anda jual itu?" Pemilik toko itu menjawab, "Harganya berkisar antara 30 - 50 Dollar."
Anak lelaki itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa keping uang, "Aku hanya mempunyai 2,37 Dollar, bisakah aku melihat-lihat anak anjing yang anda jual itu?" Pemilik toko itu tersenyum. Ia lalu bersiul memanggil anjing-anjingnya.

Tak lama dari kandang aning munculah anjingnya yang bernama Lady yang diikuti oleh lima ekor anak anjing. Mereka berlari-larian di sepanjang lorong toko. Tetapi, ada satu anak anjing yang tampak berlari tertinggal paling belakang. Si anak lelaki itu menunjuk pada anak anjing yang paling terbelakang dan tampak cacat itu.
Tanyanya, "Kenapa dengan anak anjing itu?" Pemilik toko menjelaskan bahwa ketika dilahirkan anak anjing itu mempunyai kelainan di pinggulnya, dan akan menderita cacat seumur hidupnya.
Anak lelaki itu tampak gembira dan berkata, "Aku beli anak anjing yang cacat itu." Pemilik toko itu menjawab, "Jangan, jangan beli anak anjing yang cacat itu. Tapi jika kau ingin memilikinya, aku akan berikan anak anjing itu padamu."
Anak lelaki itu jadi kecewa. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "Aku tak mau kau memberikan anak anjing itu cuma-cuma padaku. Meski cacat anak anjing itu tetap mempunyai harga yang sama sebagaimana anak anjing yang lain. Aku akan bayar penuh harga anak anjing itu. Saat ini aku hanya mempunyai 2,35 Dollar. Tetapi setiap hari akan akan mengangsur 0,5 Dollar sampai lunas harga anak anjing itu."
Tetapi lelaki itu menolak, "Nak, kau jangan membeli anak anjing ini. Dia tidak bisa lari cepat. Dia tidak bisa melompat dan bermain sebagaiman anak anjing lainnya."

Anak lelaki itu terdiam. Lalu ia melepas menarik ujung celana panjangnya. Dari balik celana itu tampaklah sepasang kaki yang cacat. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "Tuan, aku pun tidak bisa berlari dengan cepat. Aku pun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main sebagaimana anak lelaki lain. Oleh karena itu aku tahu, bahwa anak anjing itu membutuhkan seseorang yang mau mengerti penderitaannya."

Kini pemilik toko itu menggigit bibirnya. Air mata menetes dari sudut matanya. Ia tersenyum dan berkata, "Aku akan berdoa setiap hari agar anak-anak anjing ini mempunyai majikan sebaik engkau."

NILAI YANG BISA KITA AMBIL :
Jangan pernah kita merendahkan orang yang memiliki kekurangan layaknya anjing itu, biar demikian itu adalah makhluk hidup dan merupakan ciptaan Tuhan, kekurangan seseorang seharusnya kita terima, bukan menyingkirkan kekurangan itu dalam hidup, karena mereka pun tidak ingin hidup seperti itu, karena menyingkirkan mereka sama saja kita tidak menghargai hidup orang.





Batu kecil dan mutiara






Ini ada renungan baru gan, silahkan dbaca dlu ya

Pada suatu ketika, hiduplah seorang pedagang batu-batuan. Setiap hari dia berjalan dari kota ke kota untuk memperdagangkan barang-barangnya itu. Ketika dia sedang berjalan menuju ke suatu kota, ada suatu batu kecil di pinggir jalan yang menarik hatinya. Batu itu tidak bagus, kasar, dan tidak mungkin untuk dijual. Namun pedagang itu memungutnya dan menyimpannya dalam sebuah kantong, dan kemudian pedagang itu meneruskan perjalanan nya.

Setelah lama berjalan, lelahlah pedagang itu, kemudian dia beristirahat sejenak. Selama dia beristirahat, dia membuka kembali bungkusan yang berisi batu itu. Diperhatikannya batu itu dengan seksama, kemudian batu itu digosoknya dengan hati-hati. Karena kesabaran pedagang itu, batu yang semula buruk itu, sekarang terlihat indah dan mengkilap. Puaslah hati pedagang itu, kemudian dia meneruskan perjalanannya.

Selama dia berjalan lagi, tiba-tiba dia melihat ada yang berkilau-kilauan di pinggir jalan. Setelah diperhatikan, ternyata itu adalah sebuah mutiara yang indah. Alangkah senangnya hati pedagang tersebut,mutiara itu diambil dan disimpannya tetapi dalam kantong yang berbeda dengan kantong tempat batu tadi. Kemudian dia meneruskan perjalanannya kembali. Adapun si batu kecil itu merasa bahwa pedagang itu begitu memperhatikan dirinya, dan dia merasa begitu bahagia.

Namun pada suatu saat mengeluhlah batu kecil itu kepada dirinya sendiri. "Tuan begitu baik padaku,setiap hari aku digosoknya walaupun aku ini hanya sebuah batu yang jelek, namun aku merasa kesepian. Aku tidak mempunyai teman seorangpun, seandainya saja Tuan memberikan kepadaku seorang teman".

Rupanya keluhan batu kecil yang malang ini didengar oleh pedagang itu. Dia merasa kasihan dan kemudian dia berkata kepada batu kecil itu "Wahai batu kecil, aku mendengar keluh kesahmu, baiklah aku akan memberikan kepadamu sesuai dengan yang engkau minta".

Setelah itu kemudian pedagang tersebut memindahkan mutiara indah yang ditemukannya di pinggir jalan itu ke dalam kantong tempat batu kecil itu berada. Dapat dibayangkan betapa senangnya hati batu kecil itu mendapat teman mutiara yang indah itu. Sungguh betapa tidak disangkanya, bahwa pedagang itu akan memberikan miliknya yang terbaik kepadanya.

Waktu terus berjalan dan si batu dan mutiara pun berteman dengan akrab. Setiap kali pedagang itu beristirahat, dia selalu menggosok kembali batu dan mutiara itu.Namun pada suatu ketika, setelah selesai menggosok keduanya, tiba-tiba saja pedagang itu memisahkan batu kecil dan mutiara itu. Mutiara itu ditempatkannya kembali di dalam kantongnya semula, dan batu kecil itu tetap di dalam kantongnya sendiri.

Maka sedihlah hati batu kecil itu. Tiap-tiap hari dia menangis, dan memohon kepada pedagang itu agar mengembalikan mutiara itu bersama dengan dia. Namun seolah-olah pedagang itu tidak mendengarkan dia. Maka putus asalah batu kecil itu, dan di tengah-tengah keputusasaan nya itu, berteriaklah dia kepada pedagang itu "Oh tuanku, mengapa engkau berbuat demikian? Mengapa engkau mengecewakan aku?"

Rupanya keluh kesah ini didengar oleh pedagang batu tersebut. Kemudian dia berkata kepada batu kecil itu "Wahai batu kecil, kamu telah ku pungut dari pinggir jalan. Engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Mengapa engkau mengeluh? Mengapa engkau berkeluh kesah? Mengapa hatimu berduka saat aku mengambil mutiara itu daripadamu? Bukankah mutiara itu miliku, dan aku bebas mengambilnya setiap saat menurut kehendakku? Engkau telah kupungut dari jalan, engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Ketahuilah bahwa bagiku, engkau sama berharganya seperti mutiara itu, engkau telah kupungut dan engkau kini telah menjadi milikku juga. Biarlah aku bebas menggunakanmu sekehendak hatiku. Aku tidak akan pernah membuangmu kembali".

Nilai yang bisa kiat ambil :
Mengertikah apakah maksud cerita di atas ? Yang dimaksud dengan batu kecil itu adalah kita-kita semua, sedangkan pedagang itu adalah Tuhan sendiri. Kita semua ini buruk dan hina di hadapanNya, namun karena kasihnya itu Dia memoles kita, sehingga kita dijadikannya indah di hadapanNya. Sedangkan yang dimaksud dengan mutiara itu adalah berkat Tuhan bagi kita semua. Siapa yang tidak senang menerima berkat? Berkat itu dapat berupa apa saja dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin berupa kegembiraan, kesehatan, orangtua, saudara dan sahabat, dan banyak lagi. Apakah kita pernah bersyukur, setiap kali kita mendapat berkat itu? Dan apakah kita tetap bersyukur, jika seandainya Tuhan mengambil semuanya itu dari kita? Bukankah semua itu milikNya dan Ia bebas mengambilnya kembali kapanpun Ia mau? Bersyukurlah selalu kepadaNya, karena Dia tidak akan pernah mengecewakan kita semua.

Yer 29:11-12
Bukankah Aku ini mengetahui rencana-rencanaKu kepadamu ? Yaitu rencana keselamatan dan bukannya rencana kecelakaan untuk memberikan kepadamu hari esok yang penuh harapan. Maka kamu akan berseru dan datang kepadaKu untuk berdoa dan Aku akan mendengarkan kamu.





Bob Butler Menyelamatkan Gadis Tanpa Lengan!!






Bob Butler kehilangan kedua kakinya karena ledakan ranjau saat perang
Vietnam tahun 1965. Dia pulang sebagai seorang pahlawan perang. Dua
puluh tahun kemudian, dia membuktikan bahwa heroisme itu datang dari
dalam hati.

Butler sedang bekerja di dalam garasi di sebuah kota kecil di Arizona
pada suatu hari di musim panas. Saat itu dia mendengar teriakan
histeris seorang wanita dari belakang rumah tetangganya. Dia mengayuh
kursi rodanya ke rumah itu dan menuju ke halaman belakang. Tetapi ada
pagar terkunci yang tidak memungkinkan kursi roda itu lewat. Veteran
itu kemudian turun dari kursi, melompati pagar dengan kedua tangannya
dan merayap dengan secepatnya melewati semak dan rerumputan.

"Saya harus segera sampai ke sana," katanya. "Tidak peduli apakah itu
akan menyakitkan dan melukai tubuhku sendiri."

Saat Butler sampai di belakang rumah, dia mengikuti teriakan itu
sampai ke kolam renang, dimana ada seorang anak perempuan berumur tiga
tahun yang tergeletak di dasar kolam. Anak itu lahir dengan tidak
memiliki kedua lengan, jatuh ke kolam renang dan tidak bisa berenang.

Ibunya berdiri di tepi kolam sambil berteriak histeris. Butler segera
menyelam ke dasar kolam renang dan membawa Stephanie keluar. Wajahnya
telah kebiruan, tidak ada detak jantung dan tidak bernafas.

Butler segera memberi nafas buatan saat ibu Stephanie menelpon
departemen pemadam kebakaran (911). Dia bilang semua petugas pemadam
kebakaran sedang bertugas keluar, dan tidak ada petugas di kantor.
Dengan tanpa harapan, dia menangis dan memeluk bahu Butler.

Sambil meneruskan memberi nafas buatan, Butler menenangkan ibunya
Stpehanie. "Jangan kuatir," katanya. "Saya sudah menjadi tangannya
untuk membawanya keluar dari kolam. Dia akan baik-baik saja. Sekarang
saya sedang menjadi paru-parunya. Bersama kita akan bisa melewatinya."

Dua menit kemudian gadis kecil itu batuk-batuk, siuman kembali dan
mulai menangis. Ketika mereka berpelukan dan bersyukur, ibunya
Stephanie bertanya bagaimana Butler bisa tahu bahwa semua akan bisa
diatasi dengan baik.

"Saat kedua kaki saya meledak di perang Vietnam, saya seorang diri di
tengah lapangan," Butler bercerita. "Tidak ada seorang pun yang mau
datang untuk menolong, kecuali seorang anak perempuan Vietnam. Dengan
susah payah dia menyeret tubuh saya ke desa, dan dia berbisik dengan
bahasa Inggrisnya yang terpatah-patah, 'Semuanya OK. Kamu bisa hidup.
Saya menjadi kakimu. Bersama kita bisa melewati semuanya.' "

"Sekarang ini giliran saya," kata Butler kepada ibunya Stephanie,
"Untuk membalas semua yang sudah saya terima."

Apa makna dari cerita diatas?bisa menyimpulankannya sendiri.




sayang sama orang tua kalian?






Suatu hari seorang sahabat saya pergi ke rumah orang jompo atau lebih terkenal dengan sebutan panti werdha bersama dengan teman-temannya. Kebiasaan ini mereka lakukan untuk lebih banyak mengenal bahwa akan lebih membahagiakan kalau kita bisa berbagi pada orang-orang yang kesepian dalam hidupnya.

Ketika teman saya sedang berbicara dengan beberapa ibu-ibu tua, tiba-tiba mata teman saya tertumpu pada seorang opa tua yang duduk menyendiri sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong.

Lalu sang teman mencoba mendekati opa itu dan mencoba mengajaknya berbicara. Perlahan tapi pasti sang opa akhirnya mau mengobrol dengannya sampai akhirnya si opa menceritakan kisah hidupnya.

Si opa memulai cerita tentang hidupnya sambil menghela napas panjang. Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus.

Demikian pula dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan iaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga.

Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukan nya.

Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena toh saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi di dalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung.

Tapi apa yang saya dapatkan ? setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi. Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit-sakitan.

Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita idalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat mereka yang mahal-mahal itu. Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?

Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan?

Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya.

Sekarang sudah 2 tahun saya disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya. Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya-tanya mengana kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil. Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.

Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. Masih untung disini saya punya teman-teman dan juga kunjungan dari sahabat - sahabat yang mengasihi saya tapi tetap saya merindukan anak-anak saya.

Sejak itu sahabat saya selalu menyempatkan diri untuk datang kesana dan berbicara dengan sang opa.

Lambat laun tapi pasti kesepian di mata sang opa berganti dengan keceriaan apalagi kalau sekali-sekali teman saya membawa serta anak-anaknya untuk berkunjung.

Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian dan menyesali hidupnya hanya karena semua kesibukan hidup kita.

Nilai positif yang bisa kita ambil ini gan :
Bukankah suatu haripun kita akan sama dengan mereka, tua dan kesepian ?
Ingatlah bahwa tanpa Ayah dan Ibu, kita tidak akan ada di dunia dan menjadi seperti ini.

Jika kamu masih mempunyai orang tua, bersyukurlah sebab banyak anak yatim-piatu yang merindukan kasih sayang orang tua.




Jadikanlah hidupmu seperti air






Ada dua benda yang bersahabat karib yaitu besi dan air. Besi seringkali berbangga akan dirinya sendiri. Ia sering menyombong kepada sahabatnya : "Lihat ini aku, kuat dan keras. Aku tidak seperti kamu yang lemah dan lunak". Air hanya diam saja mendengar tingkah sahabatnya.

Suatu hari besi menantang air berlomba untuk menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana . Aturannya : "Barang siapa dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka maka ia dinyatakan menang" Besi dan air pun mulai berlomba : Rintangan pertama mereka ialah mereka harus melalui penjaga gua itu yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai menunjukkan kekuatannya, Ia menabrakkan dirinya ke batu-batuan itu.Tetapi karena kekerasannya batu-batuan itu mulai runtuh menyerangnya dan besipun banyak terluka di sana sini karena melawan batu-batuan itu.

Air melakukan tugasnya ia menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan itu, ia lembut mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu dan tidak menyadarinya, ia hanya melubangi seperlunya saja untuk lewat tetapi tidak merusak lainnya.

Score air dan besi 1 : 0 untuk rintangan ini. Rintangan kedua mereka ialah mereka harus melalui berbagai celah sempit untuk tiba di dasar gua. Besi merasakan kekuatannya, ia mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat dan ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu. Tetapi celah-celah itu ternyata cukup sulit untuk ditembus, semakin keras ia berputar memang celah itu semakin hancur tetapi iapun juga semakin terluka.

Air dengan santainya merubah dirinya mengikuti bentuk celah-celah itu. Ia mengalir santai dan karena bentuknya yang bisa berubah ia bisa dengan leluasa tanpa terluka mengalir melalui celah-celah itu dan tiba dengan cepat didasar gua. Score air dan besi 2 : 0

Rintangan ketiga ialah mereka harus dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua besi kesulitan mengatasi rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya ia berkata kepada air : "Score kita 2 : 0, aku akan mengakui kehebatanmu jika engkau dapat melalui rintangan terakhir ini !"

Airpun segera menggenang sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini,tetapi kemudian ia membiarkan sang matahari membantunya untuk menguap.
Ia terbang dengan ringan menjadi awan, kemudian ia meminta bantuan angin untuk meniupnya kesebarang dan mengembunkannya. Maka air turun sebagai hujan. Air menang telak atas besi dengan score 3 : 0.

Jadikanlah hidupmu seperti air. Ia dapat memperoleh sesuatu dengan kelembutannya tanpa merusak dan mengacaukan karena dengan sedikit demi sedikit ia bergerak tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras. Ingat hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih bukan dengan paksaan dan kekerasan.
Kekerasan hanya menimbulkan dendam dan paksaan hanya menimbulkan keinginan untuk membela diri.

Air selalu merubah bentuknya sesuai dengan lingkungannya, ia flexibel dan tidak kaku karena itu ia dapat diterima oleh lingkungannya dan tidak ada yang bertentangan dengan dia. Air tidak putus asa, Ia tetap mengalir meskipun melalui celah terkecil sekalipun. Ia tidak putus asa. Dan sekalipun air mengalami suatu kemustahilan untuk mengatasi masalahnya, padanya masih dikaruniakan kemampuan untuk merubah diri menjadi uap.




Alkisah si ibu bermata satu yang mempunyai seorang anak laki-laki.






Ketika anak laki-lakinya pergi sekolah SD, si ibu datang ke sekolah untuk melihat2 anaknya. Tapi apa yang terjadi, si anak laki-lakinya jadi malu karena diolok-olok oleh teman-teman, karena dia mempunya ibu bermata satu. Sesampai di rumah si ibu dimarahin oleh si anak. Sejak itu si ibu tidak dibolehkan ketemu orang-orang lain agar si anak tidak malu.

Setelah anaknya dewasa, si anak telah bekerja dan sukses, dan sudah berkeluarga dan mempunyai istri yang cantik dan anak2 yang lucu.... si ibu rindu ingin ketemu dengan anak dan cucunya. Sesampai di depan pintu rumah anak laki-lakinya, dia diusir oleh anaknya sendiri, seraya berkata: untuk apa kamu datang kesini orang tua bermata satu, kamu telah menakutkan anak-anakku, kata si anak. Akhirnya, si ibu pulang dengan bersedih hati. Dia akhirnya hanya melihat cucu2nya di depan pagar, lalu perlu.

Sekian lama waktu berlalu, si ibu akhirnya sakit dan sepertinya tidak akan lama lagi umurnya. Dia memberi tahukan berita ini kepada anak laki-lakinya itu, bahwasanya dia sedang sakit parah. Tapi, si anak laki2 tetap tidak mau ketemu ibunya. Ajalnya pun menjemputnya.

Selang beberapa waktu, si istri dari si anak laki2 bertanya ke suaminya: mengapa kamu tidak datang ke rumah ibumu?
Dia menjawab: saya sedang sibuk. Tapi akhirnya, dia dibujuk oleh istrinya, agar pergi ke rumah ibunya tersebut sekali saja karena ibunya sudah tiada.

Akhirnya si anak laki2 pergilah ke rumah almarhum ibunya, dia masuk ke rumah yang telah lama dia tinggalkannya, dan ada secarik kertas yang ditinggalkan oleh ibunya berisi: "anakku, aku sangat bahagia melihatmu dari kecil, sampai dewasa dan mlenjadi sukses sekarang ini. ketahuilah nak, bahwasanya kamu kecil hanya mempunyai mata satu, aku telah merelakan mata yang satu lagi diberikan kepadamu, agar kamu bisa hidup bahagia nantinya".

Si anak akhirnya, menanggis sijadi-jadinya: oh..ibu.............maafkan aku selama ini yang telah menyakiti perasaan mu.

PELAJARAN kali ini :
Segala sesuatu kita memandang dengan keadaan fisik, jika kita memiliki sesuatu yang kurang kita selalu akan berusaha untuk menutupi kelemahan yang kita miliki, coba kita membuka kelemahan/kekurangan itu, pasti kita dapat menerima semua itu.
Dan 1 hal, penyesalan selalu datang terlambat, jadi berpikirlah dalam mengambil suatu keputusan,karena ketika kamu telah mengambil itu, tak akan pernah bisa kamu ubah lagi




seperti pemulung ulung






Suatu hari Guru sekolah minggu memberikan tugas kepada murid-muridnya: Seperti apa Allah Bapa itu? "Untuk mudahnya, kalian harus melihat Dia sebagai seorang Bapa.. seorang papi," ujar guru tsb.

Minggu berikutnya, guru tsb menagih PR dari setiap murid yang ada. "Allah Bapa itu seperti Dokter!" ujar seorang anak yang papanya adalah dokter. "Ia sanggup menyembuhkan sakit penyakit seberat apapun!" "Allah Bapa itu seperti Guru!" ujar seorang anak yang lain. "Dia selalu mengajarkan kita untuk melakukan yang baik dan benar." "Allah Bapa itu seperti Hakim!" ujar seorang anak yang papanya adalah hakim dengan bangga,"Ia adil dan memutuskan segala perkara di bumi."

"Menurut aku Allah Bapa itu seperti Arsitek. Dia membangun rumah yang indah untuk kita di surga!" ujar seorang anak tidak mau kalah. "Allah Bapa itu Raja! Paling tinggi di antara yang lain!" "Allah Bapa itu pokoknya kaya sekali deh! Apa saja yang kita minta Dia punya!" ujar seorang anak konglomerat.

Guru tsb tersenyum ketika satu demi satu anak memperkenalkan image Allah Bapa dengan semangat. Tetapi ada satu anak yang sedari tadi diam saja dan nampak risih mendengar jawaban anak2 lain. "Eddy, menurut kamu siapa Allah Bapa itu?" ujar ibu guru dengan lembut. Ia tahu anak ini tidak seberuntung anak2 yang lain dalam hal ekonomi, dan cenderung lebih tertutup.

Eddy hampir2 tidak mengangkat mukanya, dan suaranya begitu pelan waktu menjawab,"Ayah saya seorang pemulung... jadi saya pikir... Allah Bapa itu Seorang Pemulung Ulung." Ibu guru terkejut bukan main, dan anak-anak lain mulai protes mendengar Allah Bapa disamakan dengan pemulung. Eddy mulai ketakutan. "Eddy,"ujar ibu guru lagi. "Mengapa kamu samakan Allah Bapa dengan pemulung?"

Untuk pertama kalinya Eddy mengangkat wajahnya dan menatap ke sekeliling sebelum akhirnya menjawab,"Karena Ia memungut sampah yang tidak berguna seperti Eddy dan menjadikan Eddy manusia baru, Ia menjadikan Eddy anakNya." Dia memiliki kasih yang begitu besar sehingga mau mengambil "sampah" seperti kita.

Memang bukankah Dia adalah Pemulung Ulung?
kita.. hidup baru bersama Dia, dan bahkan menjadikan kita pewaris kerajaan Allah.

Yohanes 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

Efesus 2:8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu sendiri melainkan pemberian Allah.
Our God is able! "Not by power, not by might, but by My Spirits, says the LORD"




Ruwet Tapi Indah






Ketika aku masih kecil, waktu itu ibuku sedang menyulam sehelai kain. Aku yang sedang bermain di lantai, melihat ke atas dan bertanya, apa yang ia lakukan. Ia menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sehelai kain. Tetapi aku memberitahu kepadanya, bahwa yang kulihat dari bawah adalah benang ruwet.
Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut: "Anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara ibu menyelesaikan sulaman ini; nanti setelah selesai, kamu akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas."
Aku heran, mengapa ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu semrawut menurut pandanganku. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara ibu memanggil; "Anakku, mari kesini, dan duduklah di pangkuan ibu."
Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benang yang ruwet.
Kemudian ibu berkata:"Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu hanya mengikutinya. Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan."
Sering selama bertahun-tahun, aku melihat ke atas dan bertanya kepada Allah; "Allah, apa yang Engkau lakukan?"
Ia menjawab: "Aku sedang menyulam kehidupanmu."
Dan aku membantah,"Tetapi nampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah?"
Kemudian Allah menjawab,"Hambaku, kamu teruskan pekerjaanmu, dan Aku juga menyelesaikan pekerjaanKu di bumi ini... Satu saat nanti Aku akan memanggilmu ke sorga dan mendudukkan kamu di pangkuanKu, dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu.




Kekuatan Kata-Kata






Sekelompok katak berjalan melewati hutan, dan dua di antaranya terperosok ke dalam sebuah sumur yang dalam. Katak yang lain berkumpul di sekitar sumur itu. Ketika mereka melihat betapa dalamnya sumur itu, mereka berkata pada kedua katak itu sebaiknya mereka mati saja.

Kedua katak itu tidak menghiraukan komentar kawan-kawannya itu dan berusaha melompat keluar dari sumur dengan segenap kekuatan mereka. Katak-katak yang lain berteriak agar mereka menyerah, sebaiknya mereka mati saja. Akhirnya salah satu katak mengikuti yang diteriakkan teman-temannya dan menyerah. Ia jatuh dan mati.

Katak yang lain terus meloncat sekuat ia bisa. Sekali lagi, kawan-kawannya berteriak agar katak itu menghentikan usahanya yang sia-sia dan mati saja. Tetapi katak itu berusaha makin kuat dan akhirnya berhasil keluar. Setelah berada di luar, katak-katak yang lain bertanya, “Kau dengarkah teriakan kami?” Katak itu menjelaskan pada kawan-kawannya bahwa ia tuli. Ia mengira bahwa kawan-kawannya itu menyemangati dia terus menerus.

Cerita ini mengajarkan kita dua hal:

1. Lidah kita memiliki kekuatan mati dan hidup. Kata-kata yang membangkitkan semangat pada seseorang yang sedang dalam kesulitan dapat mengangkat dia dan menolong dia melewati hari-harinya.

2. Kata-kata yang meruntuhkan semangat dapat membunuh orang itu. Hati-hatilah pada apa yang Anda ucapkan. Berbicaralah positif pada orang-orang yang Anda jumpai


Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.
(Yakobus 3:9-10)




Malaikat di Dalam Mikrolet






Jika ada kesempatan untuk berbuat baik lakukanlah segera, itu mungkin kesempatan terakhir anda.

Di suatu siang hari bolong, jam satu siang, matahari bersinar terik membakar gosong kulit setiap pengelana yang nekad berada di jalanan. Panas yang membakar datangnya tidak hanya dari atas, namun pantulannya di jalan yang beraspal dan tanah kering tandus juga menambah parah teriknya. Keadaan seperti ini seharusnya cukupmenyadarkan setiap orang akan dosa-dosanya dan tidak menuju ke neraka. Angkutan umum tidak terlalu ramai, barangkali sebagian besar sopir beristirahat atau menunggu di poll karena jam begitu tidaklah banyak penumpang lalu lalang. Saya naik angkutan umum yang biasa disebut mikrolet itu dan menjadi penumpang pertama dan satu-satunya. Seperti biasa saya mengambil tempat di sudut agar tidak di geser-geser penumpang lain mengingat perjalanan saya cukup panjang. Dalam posisi seperti ini biasanya saya tidak ingin diganggu karena adalah waktu dimana saya membiarkan pikiran ini mengembara, entah menghayal, bermimpi atau berimajinasi.

Selang beberapa waktu naiklah seorang yang sangat tua. Barangkali usianya belumlah mencapai tujuh puluh tahun namun keadaannya sangatlah memiluhkan. Badannya kurus dan renta, wajahnya dipenuhi benjolan-benjolan sebesar kacang polong, matanya merah dan bersinar lemah dan badannya mengeluarkan bau yang tidak sedap entah disebabkan oleh penyakitnya atau oleh pakaiannya yang lusuh. Ia mengambil tempat duduk di depan saya yang walau berusaha tidak perduli tapi sesekali mengamatinya.

Perjalanan belumlah panjang ketika sopir angkot itu bertanya kepada orang tua tadi, "Pak mau turun di mana?"

Dan dengan suara berat dipaksakan ia menjawab, "Rumah sakit!"

"Aduh pak, kenapa tidak bilang dari tadi, itu rumah sakitnya sudah lewat. Bapak turun di sini saja dan ambil angkot lain, " kata sopir itu tanpa belas kasihan sedikit pun. Orang tua itu terlalu lemah sehingga membutuhkan waktu yang tidak cepat untuk keluar dari angkot tersebut. Saya satu-satunya penumpang lain disitu tapi badan saya kaku menempel di jok mobil.

Hati saya berteriak keras, "Ayo, tolong orang tua itu."

Namun badan saya tetap tidak bergerak. Sekali lagi suara hati saya berteriak bahkan lebih keras lagi, "Pegang tangannya, goblok!"

Tidak juga saya lakukan.

Dan ketika kedua kakinya menginjak tanah sang sopir langsung menancap gas dan pergi meninggalkan orang tua itu yang sedang berjuang menjaga keseimbangan dan mengibas debu yang dihasilkan roda–roda angkot tersebut. Saya memandangnya dari kaca mobil, dengan penuh belas kasihan dan rasa bersalah. Entah apa yang menahan tubuh ini dan membuatnya tidak bekerja sama dengan akal sehat dan suara hati. Saya seharusnya dapat menolong orang tersebut, menegur sopir yang tidak manusiawi, membantunya turun, mengantarnya ke RS, menghubungi keluarganya, atau apa sajalah. Namun semua tidak saya lakukan. Kenyamanan telah mengalahkan keinginan untuk berbuat baik. Perasaan tidak ingin direpotkan telah mendiamkan teriakan suara hati nurani. Dan sekarang saya punya masalah, karena wajah orang tua itu terus membayang mengikuti kemana saya pergi : ke sekolah, waktu makan atau menjelang tidur.

"Apa yang terjadi jika seandainya orang itu adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menguji saya?" tanya saya dalam hati.

"Habislah reputasi saya sebagai anak Tuhan jika orang itu memang adalah malaikatnya, " terus menerus saya berkata pada diri sendiri sekan-akan ingin menghukumnya dengan perasaan bersalah.

Tiga hari kemudian, ayah saya berkata bahwa seorang tak dikenal telah meninggal di rumah sakit tempat ia bekerja yang adalah rumah sakit tujuan orang tua tersebut ketika saya bertemu dengannya. Dan ia tidak memiliki keluarga atau siapapun. Saya tidak punya kesempatan untuk melihat tampang mayat tersebut, namun dalam bayangan saya orang tua itulah yang terbaring di sana. Jika benar, saya telah kehilangan kesempatan untuk berbuat baik yang terakhir kali buatnya.

Pengalaman ini mengubah saya untuk tidak menunda untuk mengulurkan tangan bagi yang membutuhkan. Pertama mereka mungkin adalah malaikat yang menjelma, kedua itu mungkin kesempatan terakhir bagi kedua pihak. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok.

Banyak orang Kristen yang merasa terlalu nyaman berada di dalam gedung gereja yang ber-AC dan berkarpet tebal. Para pendeta juga lebih senang melayani di tempat yang menjanjikan uang daripada menjanjikan jiwa. Sementara itu di sekitar kita masih banyak malaikat-malaikat yang berkeliaran menyerupai pengemis, gelandangan, pengamen dan anak-anak kecil di lampu merah.

Terlalu banyak orang yang membutuhkan berada di sekitar kita yang tentu tidak masuk akal jika kita harus menolong semuanya. Namun, paling tidak ulurkan tangan kepada orang yang Tuhan kirim kepada Anda.