Cari Blog Ini

Kamis, 25 Maret 2010

cerita sedih dari sebuah keluarga






pernikahan kami tidak pernah direstui oleh kedua orang tua kami. mereka menilai kami terlalu muda untuk memulai biduk rumah tangga. Akhirnya kami tetap saja menikah, berharap akan membentuk keluarga yang sakinah dan bahagia

2 tahun kami menikah kami telah dikaruniai seorang malaikat kecil yang amat cantik parasnya, kuberi dia nama Siti Aisyah. Kami memanggilnya dengan nama Ais

tak terasa kini Ais sudah menginjak umur 1 setengah tahun. Ia senang sekali bermain dengan hal-hal yang bulat. Akhirnya pulang kerja kubelikan Ais sebuah bola. Benar saja, ia tak berhenti bermain dengan bola barunya. Sejak Ais, memiliki bola, ada saja di rumah kami barang yang pecah, namun kami berdua tetap sabar menghadapi kelincahan malaikat kami yang sedang tumbuh besar ini.

Kini Ais sudah masuk TK, betapa bahagia kami melihat Ais yang mengenakan seragam TK-nya. Ia pun nampak semangat berlari menuju TK yang tak jauh dari rumah kami.

Suatu hari, saat Ais pulang dari TK, aku bermaksud untuk menjemputnya, dari jauh kulihat Ais sedang berlari sambil memeluk bola kesayangan yang dulu kubelikan untuknya. Namun bola itu terlepas dari pelukannya. bola menggelinding ke tengah jalan. Sebuah truk sedang melaju cukup kencang di jalan yang sempit itu, Ais berlari mengejar bolanya, ia tak sadar akan bahaya yang sedang memburunya. Sontak aku berlari menyelamatkan malaikat kecilku dan "DUUAAAKK!!!"
Aku berhasil menyelamatkan Ais, namun resiko yang kudapat sungguh diluar dugaan. kakiku patah dan dokter memvonis aku harus diamputasi kedua kakiku

betapa berat cobaan yang kami hadapi ini. Akupun harus berhenti bekerja, karena perushaan tidak mau menerima pegawai cacat. Namun meski begitu perusahaan tetap memberi santunan untuk ku dan keluarga.

Akhirnya untuk menambah pemasukan keluarga, istriku Sarah bekerja di sebuah pabrik tekstil, namun 3 minggu bekerja ia minta berhenti karena atasannya selalu menggodanya. Aku sangat terharu melihat istriku yang tetap setia padaku walau keadaan kami begini

3 bulan kami tanpa pemasukan, hanya mengandalkan sisa tabungan dan santunan serta bantuan sanak saudara, Sarah berinisiatif bekerja diluar negeri. Iya. dia ingin bekerja sebagai TKW di negeri Malaysia.

Aku pun dengan berat hati melepasnya. Aku takut hal2 yang menyeramkan terjadi pada istriku. apalgi aku sering sekali mendengar TKW yang mendapat perlakuan buruk dari majikannya. Kini kami hanya tinggal berdua di rumah kecil ini. Aku dan Ais

Kini Ais sudah besar, sudah Sd dan mau melanjutkan ke SMP. Kami selama ini mampu bertahan dari uang yang rutin dikirim Sarah. Namun masalah tetap saja ada, saat Ais masuk SMP, ia sulit mendapat kawan. Kawan2nya bilang mereka malu punya teman yang ayahnya cacat. AIs tak pernah menangis. Betapa tabahnya malaikatku ini menghadapi olokan yang tentu tidak menyenangkan dari teman2nya.

Kini Ais sudah SMA, sudah 3 bulan AIs tak membayar SPP. Karena Sarah sudah 3 bulan ini tidak mengirim uang. Kontak dengannya pun putus. Kami mulai khawatir. Si SMA, Ais tetap sajja jadi bahan olokan. Lagi2 ia tetap tabah. Suatu hari Ais datang padaku dan berkata ingin mengenakan jilbab. Kupeluk ia erat2 hingga air mataku mengalir deras."maafkan ayahmu yang tak berguna ini nak" Kini hari2nya mengenakan jilbab. Betapa cantik malaikatku ini. Namun, pihak sekolah kembali mengeluarkan ancaman akan mengeluarkan Ais bila tidak juga membayar SPP bulan ini. Ais mengerahui keadaan ini. Ia memutuskan akan menjadi TKW juga seperti ibunya. Ia pun berkata siapa tahu bisa bertemu ibunya disana. AKu menolaknya. AKu tak akan rela bila malaikatku ini celaka di negeri jiran, namun kulihat ia punya tekad yang mendalam dan kuat, akhirnya kurelakan dia pergi. Aku selalu berdoa dalam solatku demi kebaikan dan keselamatan mereka

Kini hari2ku benar2 sepi, kadang2 tetangga dan kerabat berkunjung ke rumah. sekadar bersilaturahmi. Ais rajin sekali mengirim uang kepadaku disini sembari menulis surat untukku. Dalam suratnya ia bercerita tentang kehidupannya di Malaysia. Ia bercerita tentang tempat ia bekerja. Majikannya seorang datuk yang kaya. Ia memiliki istri dua orang, namun istri mudanya baik sekali padanya.
Tiap aku membaca surat darinya aku selalu meneteskan air mata, betapa aku merindukan putriku itu.

% bulan kemudian, Ais tak mengirimku surat. Malah yang datang adalah staf Departemen Luar negeri. Tentunya kedatangan mereka yang tiba2 membuatku bingung. Mereka kuterima dengan terbuka, mereka bertanya apakah aku orang tua dari Siti Aisyah binti Hasan, aku menjawab iya. Namun berita yang mereka bawa sungguh menghancurkan hatiku. Mereka berkata bahwa pengadilan negeri sembilan menjatuhkan hukuman mati bagi Ais atas pidana pembunuhan.
Mereka mengatakan saya harus pergi ke Malaysia untuk bertemu dengan Ais. Mereka juga menawarkan apakah saya akan menggunakan pengacara. Namun aku tak mampu membayar pengacara.

Sampailah aku di Malaysia, aku bertemu AIs di suatu tempat khusus bagi tahanan yang akan di vonis mati. Saat bertemu dengan Ais, susasana haru menyelimuti ruangan. AIs pun menangis sejadinya. AIr mata kami bak Tsunami yang mengalir deras.

"Ais ga salah pa, AIs ga salah. Datuk minta Ais melakukan itu di kamar, ia memaksa tapi AIs ga mau, Ais terus menolak pa, sampai2 tak sengaja Ais dorong datuk ke luar jendela dan jatuh dari kamar ke lantai bawah. Istri uda datuk tak terima, Ais dituntut hukuman mati pa. AIs ga salah kan pa?, Ais ga salah kan?"

Kami terus menangis hingga seorang pegawai tahanan yang beretnis India mengatakan bahwa waktu pertemuan telah berakhir.

Pengadilan memberiku waktu 1 minggu untuk melakukan banding, namun karena aku buta hukum Malaysia, banding pun urung kulakukan

Waktu eksekusi pun tiba. Dari ruangan yang terpisah kaca, aku melihat Anakku yang wajahnya tertutup kain hitam, sesaat sebelum wajahnya tertutup kulihat senyum terakhir Ais. Senyum yang tak akan kulihat lagi.
Algojo telah bersiap, dan ia mulai menarik besi penyangga dan tergantunglah tubuh Ais. Ia pun mati. Aku tak menangis disitu. air mataku telah habis, benar2 habis. Kulihat disebelahku seorang wanita berjilbab tersenyum puas atas eksekusi ini

Ia lalu masuk untuk melihat wajah orang yang ia tuduh telah membunuh suaminya. Namun kulihat wanita itu malah kaget saat melihat wajah Ais

"Ais!!!! ini Ais!!!"

"Iya benar, itu Ais anak kita Sarah!!! kau telah membunuh anak mu, darah daging mu sendiri!!" teriakku pada wanita yang ternyata adalah istri yang belum kuceraikan

Sejak itu, mental Sarah terganggu. Oleh istri tua datuk, ia dipulangkan ke Indonesia. Ia divonis terkena penyakit jiwa dan mendekam di RSJ Grogol. Ia selalu berteriak, "Ais..Ais.. apalagi yang pecah hari ini?"

Hatiku lah yang pecah sungguh targis kisah hidupku ini. Aku tak tahu lagi harus bagaimana

5 bulan kemudian, aku dengar Sarah meninggal akibat depresi hebat. Atas permintaanku ia dimakamkan di sebelah makam Ais

kini telah habis kebahagiaan yang dulu pernah ada di rumah ini. Kini tinggal kedihan dan lara yang tiada akhir




Tidak ada komentar:

Posting Komentar